Sunday, June 20, 2010

Catatan Resah Tengah Malam Gara-Gara Kopi Part 2

Begini...
Aku tidak terlalu dekat dengan kakekku dulu.
Biasa.. Anak perempuan pasti lebih dekat dengan neneknya, dia memang mantan pelaut yang kaku...

Dan akhirnya tulisan ini hanya sampai part 2. Karna aku tidak ingin ada yang pergi dari kehidupanku lagi.

Mantan pelaut itu pergi, kakekku tidak ada lagi. Disaat beberapa tahun belakangan ini aku sangat dekat dengannya.

Aku selalu bertanya, semenjak nenek pergi. Apa aku pantas menginginkannya ikut pergi juga atau tidak?
Karena memang semua tak kuasa melawan kenyataan bahwa dialah yang paling terpukul karena kesepian sejak nenek tiada.

Kesepian menggerogoti tubuhnya yang dulu kekar. Perempuan terbaiknya pergi, setelah setia berpuluh tahun mendampingi.

Penyakit yang mengalahkan kakek bukan apa-apa, smua sakit itu datang dari hati dan kesedihannya sendiri.

Maka, kami fikir, dia mungkin akan lebih tenang menemani nenek, daripada terus menemani kami disini, menyambut kedatangan anak dan cucu setiap weekend, selebihnya.. dia sendiri.

Gelombang waktu yang singkat menyuguhkan padanya satu asa, yang tidak pernah bisa dimengerti olehku, bahkan oleh mama -anaknya sendiri.

Satu minggu sebelum kakek pergi, mama pernah bilang, kita sudah sampai di satu titik dimana kita sudah harus ikhlas, bahkan saat dia masih bernafas, kita harus bisa memulai doa baru. Berdoa agar Allah bisa mengambil nyawanya dengan cepat dan mudah. Karena kita smua tidak ingin melihat dia tersiksa dengan penyakit itu terlalu lama.

Awalnya berat memulai doa -yang aku fikir aneh- seperti itu. Namun akhirnya aku sadar. Cepat atau lambat, besok atau lusa, tahun ini atau beberapa tahun lagi, aku, kita, kakek, mama, ayah, dan semuanya yang bernafas akhirnya akan masuk ke ruang tanah sempit 2x1 meter itu, gelap dan sendiri. Hanya ditemani satu hal, iman.

Dan pada hari jumat kelam namun indah karena keikhlasan itu, kedatanganku benar-benar tidak ditunggu. Aku sadar.. Aku tidak terlalu tinggi untuk ditunggu oleh jasadnya. Jarak dan waktu tidak bisa kutembus begitu saja.

Dan memang setiap kematian memberikan kita pembelajaran. Aku belajar tentang keikhlasan saat itu. Aku benar-benar dipaksa untuk ikhlas. Ikhlas untuk tidak bisa menciumnya di saat-saat terakhir, ikhlas untuk tidak bisa berbaring dan memeluknya terakhir kali, ikhlas untuk hanya berdoa dari jauh saat detik dia dimakamkan, dan ikhlas untuk puas hanya dengan berdoa dipusaranya saja.

Semuanya berjalan sangat cepat. Namun kematian kakek adalah kematian terindah yang pernah kami alami.

Karena dia pergi dengan indah..
Karena dia pergi dengan senyum..
Karena dia pergi dengan mudah dan nyaman..
Maka kesedihan itu hilang
dan kami semua ikhlas..

Dan semuanya, semuanya sangat indah..
Dan semuanya merupakan pertanda..

Selama seminggu perasaan sangat takut kehilangan dia menghinggapiku. Dan aku memang benar-benar sangat takut.
Aku takut tidak bisa mengelus-ngelus kakinya lagi saat dia sakit, itu salah satu favoritnya. Bayang-bayangku saat buru-buru nyetir dan panik membawa dia kerumah sakit terus berputar di otakku. Aku bingung, kenapa?

Saat itu aku ingin balik kerumahnya, seharian menghabiskan waktu dengan dia. Dengerin dia cerita masa penjajahan belanda -cerita kesukaannya. Namun, tidak bisa.. Jarak yang terlalu jauh menghalangiku.

Hari-hari itu aku mencoba meyakinkan diri bahwa kakek akan sembuh, and he will be fine.

Namun, diujung waktu yang lain.. Kakekku sendiri sangat tahu, ketika cahaya itu telah mendekat dan nenek sudah membuka lebar tangannya.

Jadi sekarang aku mulai bisa menyikapi segala hal dengan dewasa. Dewasa untuk bisa mengerti bahwa saat hujan turun sangat deras dan manusia mulai berfikir tentang betapa sialnya dia hari itu karena hujan, aku harus bisa berfikir betapa senangnya manusia lain di belahan dunia sana karena hujan turun. Allah memberikan segala hal untuk makhluknya belajar.

Saat kabut duka menyelimuti keluarga kami karena meninggalnya kakek dan semua orang mulai berfikir tentang betapa sedihnya kami hari itu karena kehilangan, aku harus bisa berfikir betapa senangnya kakek akan bertemu nenek dan betapa tenangnya dia disana..


Specially for : alm.Kamaliun simatupang & almh.Salbiah purba, alm.Arab dzaelani & almh.Saerah

¤ Jadikanlah makam mereka seindah taman-taman disurga ya Allah.. ¤

1 comment:

  1. Agak bingung nih, resah gara-gara kopinya, dimananya yah?

    ReplyDelete