Thursday, July 15, 2010

"The Answer"

Malam ini hujan sangat deras mengguyur aspal. Tubuhku kelelahan luar biasa, walau malam ini aku pulang tidak terlalu larut.
**********************************

Rumah itu tidak berubah, masih sama seperti dulu. Selalu menebarkan aroma-aroma kerinduan bagi yang meninggalkannya.
Aku tersenyum, berdiri di halamannya…
Aku tersenyum, dan tak bisa berhenti tersenyum.
Sesaat setelah membuka pintu, kehangatan memelukku erat. Mataku buru-buru disergap oleh memori dari setiap sudut yang terpancar.
Kubuka pintu kamarku, kuciumi dalam-dalam udaranya. Aku bergumam dalam hati…
Iya, tempatku memang disini…
*********************************

Aku meraih surat yang dari tadi kuacuhkan itu. Menyingkirkan replika mawar putih kristal yang menahannya dari angin yang masuk dari jendelaku.
Kutarik simpul demi simpul pita yang mengikat amplopnya.
Dan ternyata, tidak akan pernah lagi kubaca surat yang lebih indah dari ini mungkin sampai aku mati.
*********************************

Untukmu, Ning…

Lalu heningpun turun disaat kedua mata masih sayu sembab
Kau merayu-rayu menari dengan cinta didepanku
Menawarkan segala keluh kesah dunia ini…
Terus terang aku tidak mau mengeluh.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada angin yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Jadi tolong tulikan telinga dan butakan mataku atas apa saja yang bisa membuat semua ini pudar…

Ning, ketika kau tersenyum dan mendekap pundakku dengan kedua tanganmu, aku terhenyak seketika…
Kau melindungiku dan duniaku dan jiwaku dan hatiku.
Sambil terus mendendangkan lagu yang kumau, lagu hatimu…
Kau selalu begitu, selalu senang bergelut dengan prinsipmu sendiri.
Selalu menempa hatimu teramat keras…
Sudahlah Ning, aku ingin kau yang sebenar-benarnya,
And one thing I want you to know
When my mouth seems too frozen to speak out
When I feel my breath going suffocate
And my heart just too torn to dance on your skin
And before everything sounds so weird
I just want you to know that, I’m so in love with you Ning…
You are without a doubt the best thing that ever happened to me…
And absolutely, I wanna be your another half…

***********************************

Mataku terasa hangat…
Sekarang aku paham, airmata tidak selalu mewakili kesedihan.
Lalu aku membuka kotak berwarna biru laut di atas meja riasku. Sebuah gaun hitam anggun dengan belt glitter di bagian pinggangnya.
Dan secarik kertas.

Aku tunggu dibawah Ning…
__ Your Half

Jantungku makin berdegup kencang ketika kubuka jendela dan kutemukan lelakiku itu berdiri tersenyum disamping mobilnya dengan setelan jas lengkap. Dia sangat tampan seperti biasanya.
*************************************

Aku melemparkan pandangan keluar jendela. Menghirup wangi tanah setelah hujan yang selalu menjadi favoritku sejak kecil. Ditemani suara katak jantan menggoda katak betina setelah hujan reda… dan menikmati Banana Split yang menjadi dessert kami.
Malam ini, aku bahagia…
Memang terdengar sederhana.
Tapi bagiku, ini cukup untuk melengkapi hidupku untuk selamanya…

***

Sunday, July 11, 2010

Melukismu...

Dan keadaan itu…
Membuat aku ingin beringsut tumpah ke dalam lingkar bahunya.
Karena angin pada saat itu membawa butiran-butiran wangi tubuhnya padaku
Saat aku mendekat melihat wajahnya lekat-lekat, hingga panas tubuhnya pun terasa.
Aku puas…

Ada sesuatu yang selama ini aku takutkan
Dan semuanya menjadi terasa aman saat mataku menikmati setiap senti wajahnya, lehernya… sambil mendengar ceritanya.
Pepohonan pisang yang dibalut kain kotak-kotak bergoyang, dilewati angin semilir yang akhirnya menembus kami.
Menggetarkan api lilin kecil yang ada diatas meja ini.

Aku ingin lebih lama lagi duduk berdua denganmu disini sampai pagi…
Mengalahkan lorong-lorong waktu yang terus berputar disekeliling kita, dan kita tetap seperti ini, duduk, berdua, dan tertawa…

Kau sangat indah fu…
Kau inspirasi terbesarku saat ini…
Melihat kau tertawa, aku ingin menggoreskan tinta di langit
Melihat kau diam, aku ingin mengibas air laut dan menulis di dasarnya.
Melihat kau tersenyum, aku ingin menurunkan hujan dan mengukir tulisan di aspal yang basah…

Kau katakan, -someone special who make my life more brighter-
Sadarkah kau fu, kaulah sebenarnya cahaya yang membuat cerah itu…

Kau sangat cerah tanpa membuatku merasa silau.
Kau membuatku merasa keutuhanku tercermin.
Kau membuatku merasa semuanya pas…

Aku benar-benar ingin membawamu ke duniaku fu…
Dunia dimana ketulusan cinta dijunjung tinggi tanpa syarat
Dunia dimana logika dan fikiran disingkirkan
Yang digunakan hanya satu, hati…

Dunia dimana kau bisa sangat bahagia, sebahagia-bahagianya seorang manusia.

Aku janji fu…

Berhenti Berjuang...

Aku menemukan ibuku duduk dimeja makan sendirian
Dengan penuh kekalutan aku berdiri mematung melihatnya menyeruput teh dari ujung gelasnya sambil membaca majalah.
Lalu aku duduk tanpa suara disamping kursinya, diam…

Mama mengintip dari balik majalahnya…
Pandangannya bertanya heran.

“aku mau cerita ma…” jawabku setelah paham pertanyaan dari mata mama.

Mama seketika meletakkan majalahnya,
Memasang tatapan hangat yang menyajikan – ada apa? Iya mama dengerin –

Aku menundukkan kepala, mencoba membenamkan air muka kekalutan.
“kapan kita harus berhenti berjuang dan mulai menerima ma? Gimana kita bisa tahu waktunya?”

Mama menghela nafas panjang… Seolah puas.
Akhirnya setelah memendam cerita dan pertanyaan cukup lama, anaknya cerita juga.

Hening sejenak… hanya kicauan burung pipit yang bertengger di ruang makan yang terdengar.

“kita tidak pernah bisa tahu kak – manusia nggak akan pernah bisa tahu kapan dia harus berhenti berjuang dan mulai menerima – yang bisa kita lakukan hanya memutuskan untuk berhenti berjuang dan mulai mencoba menerima”

Aku tercekat. Mataku tertuju tajam tak berdaya menatap mama.
Seperti ditembaki peluru yang sangat sakit mendengar kata-katanya, tapi hatiku mengiyakan.
Mama tau aku berat menerima apa yang dikatakannya.
Mama mendekatkan wajahnya ke wajahku, meneliti apa yang ada difikiranku dan menjawabnya…

“kak, kalau dicari-cari kita tidak akan pernah tahu, kalau ditunggu-tunggu dia tidak akan pernah datang, sampai kapanpun. Yang memutuskan laju hidupmu adalah dirimu sendiri. Jadi kamu harus bisa memutuskan kak, kapan kamu mau berhenti berjuang dan mulai ikhlas menerima, atau kamu akan terus berjuang sampai waktu yang bahkan gak bisa kamu baca sampai kapan.”

Kini giliranku yang menghela nafas panjang
“aku takut ma – takut salah langkah.”

“kalau kamu takut kak, berarti kamu udah kalah. Bahkan jauh sebelum perang dimulai.” Mama berhenti, membiarkanku berfikir.

Iya, aku berfikir, memandangi uap panas yang melayang dari gelas teh mama.
Tanpa satu katapun keluar dari mulutku.

Sore itu, maghrib menjelang terasa sangat lama…
Membiarkanku dan mama menghabiskan waktu menunggu dengan pembicaraan yang sangat menekan ini.

“kak, sekarang kamu udah dewasa. Dewasa berarti bertanggung jawab atas semua keputusan yang diambil. Putuskanlah secepatnya kak. Dunia gak mau menunggu manusia-manusia berfikir, dia akan terus melanjutkan putarannya. Tanpa peduli manusianya mau ikut lanjut dengan dia atau tidak. Serahkan sama Allah kak. Jangan takut salah langkah, gak ada satupun kejadian didunia ini yang luput dari pengawasanNya. Semua melalui izinNya. Jadi ikuti aja alurnya…”

Aku tersenyum lirih. Mencoba membuka fikiranku sendiri.
Membiarkan kata-kata mama masuk ke otakku untuk dicerna dan dipahami.
Mamaku memang hebat.
Ketika aku menjadi perempuan yang kuat ma, kaulah sebenarnya dasar kekuatan itu.

Aku menarik nafas untuk kesekian kalinya, kali ini lebih ringan dan lega.

“oke… aku berhenti berjuang ma, bukan untuk menyerah.”
Nafasku tertahan…
“untuk melanjutkan hidup…”

Lalu senyum mama mengembang…