Wednesday, November 19, 2008

tenTang SahaBat

Padahal mataku sudah kupaksa terpejam

Fikiranku sudah kupaksa untuk bersiap-siap bermimpi

Namun, dadaku sesak…

Nafasku tersengal-sengal…

Selalu terus ada yang menghantui fikiranku untuk menulis tentang ini…

Tentang orang-orang berharga yang dulu pernah ada dihidupku…

Teman kecil, saudara, sahabat kental, tetangga, dan yang lain

Yang karena sesuatu kami bisa dekat…

Cinta

Tanpa memandang status

Tanpa memandang harga

Tanpa memandang harta

Kami semua dekat karena cinta

Persahabatan tulus ala anak kecil

Teman dibutuhkan

Untuk sharing

Untuk tertawa

Untuk menangis

Untuk berlari-lari tak jelas

Dan untuk bermain

Sekarang, seiring dengan umur kami semua yang bertambah dewasa

Sibuk dengan urusan pribadi masing-masing yang bullshit

Yang menempa kami seperti kaum kapitalis yang tak butuh orang lain

Tak butuh bermain…

Akhirnya kami seperti lupa

Bahwa semua yang sekarang ini

Ada, karena masa kecil yang indah

Masa kecil yang tidak cacat sedikit pun

Hingga saat kami mengenangnya sekarang

Tak ada satu bagian pun yang terlupa

Semua tergambar sempurna dalam ingatan…

Tiba-tiba…

Mungkin karena sekarang udah banyak dosa

Tuhan seperti menegurku dengan cara yang halus…

Aku membutuhkan mereka satu persatu…

Tak ada yang terlewatkan

Lantas, dengan segala daya upaya untuk mensinkronkan jadwal

Aku bertemu semuanya..

Walau telah betahun-tahun tidak bertemu

Namun tetap saja kami tertawa terbahak-bahak bersama…

Banyak sekali cerita dalam hidup masing-masing yang aku lewatkan…

Akhirnya semua seperti membatin “kenapa aku nggak ada di hari-hari pentingnya…”

Ntah apa maksudNya, aku harus dianugerahkan situasi yang mendesak

Dimana mau tidak mau kami semua harus bertemu kembali…

Pertemuan yang kaku tapi menyenangkan

Mungkin Tuhan nggak mau kami menyesal

Nantinya akan kehilangan sahabat-sahabat kecil yang luar biasa

Yang karena satu sama lain, kami bisa sukses dan sibuk seperti ini

Hingga menjadi saling melupakan…

Wednesday, October 15, 2008

Satu SoSok

Sejak beberapa tahun yang lalu

Aku memang sudah kehilangan seseorang

Tempat aku selalu mencurahkan segala isi kepala dan hati

Tempatku bernaung di tengah kegalauan

Tempatku mengeluarkan airmata dari titik yang paling dalam

Hanya dia yang pernah melihatnya



Aku memang sudah kehilangan sesosok yang selalu bertanya dengan nada yang sangat rendah dan tersenyum “kenapa…??”

Meluluh lantah kan semua amarah, emosi, gejolak

Menjadi bulir-bulir airmata yang paling dalam

Menangis tersedu-sedu hingga sulit bernafas

Meraung-raung seperti anak kecil

Sambil mendekap erat tubuhnya yang empuk

Orang ini, merubah seorang aku yang meledak-ledak, menjadi sesosok gadis kecil menangis tak berdaya melawan nasib…


Ini bukan tentang cinta…

Tapi akhirnya cinta itu yang menghancurkan segalanya

Menghancurkan hubungan yang suci

Dan terlanjur tak bisa jadi sahabat

Karena kami memang bukan sahabat…

Sekarang, dia termiliki, dan punya kehidupan sendiri

Aku juga dimiliki, dan bahagia dengan kehidupanku sendiri

Namun, tetap ada satu yang tidak nyaman…

Tidak pernah lagi aku menemukan pendengar terbaik seperti dia…

Penasehat terbaik seperti dia…

Dan bahu terbaik untuk menangis seperti miliknya…


Yang kujalani sekarang…

Ah… tak terkatakan

Bahagia, menyenangkan…

Sangat bahagia… sangat menyenangkan…

Namun, tidak pernah mampu menaklukkan amarahku…

Karena selalu beradu dengan amarah…

Tapi tetap saja, aku harus menerima baik buruknya…


Karena aku cuma kehilangan seseorang yang sangat mengerti aku disaat aku telah berkata, I do with my own way!


Dan jadilah aku seperti malam ini…

Menangis tersedu sepi sendirian di sudut kamarku

Tanpa seorang pun yang mau menyodorkan bahunya untukku…

Manusia sEndiri...

Denting sepi bernada kosong slalu mengiringi setiap lamunan…

Seperti hanya ia yang dapat menjadi pelipur laraku

Aku benci saat kabut tipis menyelimuti langit

Aku lebih menyukai panas terik

Senantiasa menyiratkan keceriaan



Kenapa selalu menjadi pertanyaan

Dalam balada hidup, tidak pernah slalu tersenyum

Bahkan pada saat semua orang diberi kenikmatan pengampunan

Aku pernah mengetahui bahwa manusia memang ditakdirkan sendiri

Akhirnya akan terkubur sepi di dalam onggokan tanah sempit berulat

Atau kita yang slalu ditinggalkan



Pada akhirnya, semua orang yang disayang dan dicinta

Akan pergi satu-persatu meninggalkan kita

Hanya ada satu yang slalu setia menjadi sahabat dalam suka maupun duka

Tempat kita menangis dan tertawa

Tempat kita mengadu asa dan harapan

Tempat kita slalu meminta

Hanya ada satu yang slalu ada, Allah...

Wednesday, July 23, 2008

Masamba Rampih

Suatu malam ketika hujan turun di bumi Masamba

Seorang gadis bersenandung lagu sepi

Menangisi nasib seperti rintik-rintik hujan yang sedang bersedih

Angin dingin menerjang setiap tulang makhluk yang bernafas

Tapi Bapaknya tak kunjung menyambangi rumah

Hatinya meringis melihat ibu dan adik-adiknya

Ada gurat-gurat kecemasan menghantui mereka, walau tak sepatah katapun keluar

Takut menjadi doa…

Penantian ini sangat panjang

Batinnya menjerit memanggil pagi

Namun pagi masih diujung jalan, jauh sekali…

Terbayang keringat sang ayah Sangkala

Menembus jalan setapak diantara batu terjal, semak belukar, padang rumput, hutan belantara, hingga menyeberang sungai…

Semua dilalui dengan sepeda motor kredit yang dibeli dengan menjual lembu

Sangkala memang hanya seorang pengojek Masamba-Rampih

Pelakonan dunia yang jarang dilirik orang penting

Tapi bagi keluarga mereka yang menanti dirumah, ini sangat penting…

Jika Bapak tak pulang, berarti tak makan

Dan tak bisa tidur nyenyak, sebab Bapak pasti terjebak dihutan karena hujan lebat, sepeda motor rusak, atau,

Masuk jurang

Biasanya Ia pulang setelah 2 hari perjalanan

Pahlawan-pahlawan dengan lakon pengojek ini membawa penumpang yang ingin pergi ke Rampih

Karena hanya dengan naik ojek desa terpencil itu dapat dicapai

Beberapa bulan lagi, akan dibuka bandara kecil untuk pesawat-pesawat kecil di Rampih

Pengojek-pengojek ini mungkin akan tetap setia dengan pekerjaannya

Namun, penghasilan mereka akan terancam

Seperti dua sisi mata uang

Entah siapa yang salah, jika nanti akhirnya mereka tidak bisa pulang dengan menyuguhkan senyuman bagi keluarganya…

Apa mereka yang salah?

Sunday, March 23, 2008

MaNgkuk ReTak

Seorang anemia tidak boleh bangun terburu-buru. Jika dia langsung bangun dari tidurnya dan berdiri, maka pandangan akan hitam, dunia serasa berputar, dan kadang sampai terjatuh. Bisa saja dia akan tertidur lagi dalam arti yang berbeda…
Maka pagi ini, aku tersentak bangun, pandangan hitam, rasa ngilu yang menusuk di ubun-ubun, dunia terasa berputar, aku berjalan sempoyongan dengan pandangan gelap, sampai akhirnya kepalaku dengan sukses menabrak lemari.
Aku terduduk…
Diam…
Merasa sepi…
Early morning blue menghampiriku
Menurut buku yang sedang kubaca, early morning blue adalah rasa sedih, sepi, gelisah tanpa alasan yang jelas yang selalu datang di pagi hari tepat setelah kita bangun tidur…
Serenade tergambar jelas dikepalaku.
Seperti ini;
Bintang-bintang kecil berwarna perak turun dengan anggun
Melayang pelan menyusuri samudera luas bermil-mil jauhnya
Cahaya purnama bercermin pada ombak-ombak kecil yang menyentuh mata kakiku
Perlahan-lahan mendekati hembusan angina pada pasir pantai seribu dewi
Aku menikmati keindahan gemintang dan purnama yang sempurna
Melepas kepenatan mata…
Tapi mereka tidak akan pernah menjadi pembasuh dahaga jiwaku
Karena sejak sebelas hari yang lalu
Aku telah menjadi kupu-kupu thistle crescent yang gelisah
Sejak kukenal kosakata baru dalam hidupku : rindu.
Serenade menghilang….
Sekarang dunia nyata yang sedang menertawakan lakonku sebagai mangkuk retak…
Aku biarkan dia pergi…
Kubiarkan dia terbang…
Kenapa aku harus sibuk bertanya "kenapa?"
Dia pergi, dia terbang
Sekarang aku mengerti bagaimana caranya menjaga seseorang
Lebih dari sekedar menjadi sebuah magkuk yang retak
Sayang untuk dibuang, tapi juga tidak bisa dihilangkan bekasnya…
Tapi aku sudah terlanjur retak…

Thursday, March 20, 2008

PACARKU JIWO...

Pacarku jiwo…

Saat embun belum turun, Jiwo mengayuh sepeda ke pasar

Udara dingin dan langit gelap hanya ditelan pahit

Menggenggam erat-erat uang lima belas ribu

Modal jualan hari ini

Kakinya tak gentar mengayuh sejauh tujuh puluh kilo menuju ke desa seberang

Kata Jiwo, harga telur dan daging disana lebih murah

Maka seperti inilah dia sekarang, tanpa keluhan, tanpa lelah, tanpa takut

Melintasi hutan mawea yang lebat, gelap, sunyi dan angker…

Bapakku pernah cerita, dihutan mawea sana hidup beribu-ribu jenis siluman buaya

Cerita aneh yang benar-benar dipercaya oleh orang-orang desa seperti kami yang tidak tamat sd.

Itu yang membuat harga sembako di desa mawea lebih murah

Karena tidak ada orang yang mau jalan sampai ke pelosok sana untuk belanja

Biasanya penjual-penjual beras grosir dari kota cuma mentok sampai ke lumbung padi desa kami saja

Tidak ada yang pernah menyebrang, kecuali Jiwo…

Jiwo tidak tamat sd, bahkan tidak pernah sekolah, tapi dia tidak percaya dengan betapa megahnya cerita hutan mawea berkembang di masyarakat kami

Baginya, kelangsungan hidup kesebelas adik-adiknya lebih penting daripada cerita tak bersumber itu

140 kilo setiap pagi tidak berarti apa-apa baginya…

Pacarku Jiwo tidak pernah belanja banyak untuk persediaan martabak telor keesokan harinya

Dia bilang, belanja setiap hari, biar bahan-bahan tetap seger

kata rentenir yang ngasih dia modal, sebutannya Pres Prom Di Oppen!

Disaat matahari sedang diatas ubun-ubun kepala

Pacarku Jiwo mendorong gerobak kearah kota, sambil memukul-mukul sutil ke kuali besi, Jiwo berteriak-teriak “Martabak!! Martabak!!”

Berjalan beratus-ratus kilo, sendirian, sepi…

Tidak kenal panas, apalagi hujan

Jiwo terus berjalan, menjemput rejeki…

Sandal jepit yang sudah aus dan hampir putus kadang terasa panas.

Beberapa kali Jiwo singgah ke mesjid untuk solat dan melepas peluh sejenak

Tak ada raut sedih, kesal, dan lelah

Tak pernah ada keluh yang keluar dari bibirnya yang kering

Jika melihat anak-anak berseragam sekolah, dia tersenyum

Teringat akan kesebelas adik-adiknya…

Pacaku Jiwo, baru kembali ke rumah pukul satu dini hari

Badan direbahkan, walau tidur berhimpit-himpitan dalam rumah gubuk seluas 6x6 meter, namun bibir tetap menyungging senyum…

Senang, karena melihat adik-adiknya tertidur pulas

Satu-satunya kenikmatan yang bisa dirasakan orang miskin

Jiwo adalah permata dalam hidupku

Berlian dalam mimpiku

Zamrud dalam hatiku

Tubuh kekar dan hitam legam, ditempa oleh kerasnya hidup

Namun dia selalu saja bersyukur

Mengajarkanku untuk tidak pernah mengeluh

Dalam doanya, ada nama ibu bapaknya, adik-adiknya dan namaku…

Friday, February 15, 2008

Puisi Untuk Tiga bELas

waktu terasa makin menghimpit
tak akan mengerti kita berharap lebih
aku menatap
di bumi
antara lorong sepi tanpa segumpal cahaya
berlubang-lubang duka terbentuk dengan sendirinya

aku gamang

hilang tumpuan

dibawah langit merah
aku meratap

ini malam terakhir, batinku...
tapi tak ada satu tinta pun tergores
mencoba bergeming,tapi tak bisa
mencoba seperti karang, namun tak mampu

jadi aku hanya tetap meratap
dibawah langit merah
tak siap dilucuti dari jiwanya yang kedua
tak siap dihinggapi oleh sang air kelopak
namun gema kekuatan terakhir masih ada
mungkin itu yang akan kugunakan sebagai pedang

dan dibawah langit merah aku meratap
berharap makna perpisahan yang sesungguhnya datang...

Tuesday, January 15, 2008

Aku Perempuan...


Aku menelanjangi diri di depan cermin, untuk merenungkan apa yang telah Tuhan pahat di tubuhku…

Apa aku sekurus itu?

Akfhsbfsyuh9fdbsfhdu cina tu kurang ajar jsdfhuhghuyf57hgfg gak cocok pake segitu. Fhgyufgyufhgurhudi hani tuh kurus fhgudhghjfdhgurgruhpauieiw cewek gak suka disinggung tentang tubuhnya ukheriuhwiptqh8twhpoerdnvf kurus!! Jkghuehguigherun

Terlalu kurus iendvsgfcdbsuifko hahahahahahahahahaha ieowqqwpw8js9p kan cuma becanda apfjgfidigjgosg oiya, minta duit lah fiwjqp[epegoiej napa gak minta sama yang lebih bahenol ajah foajdpaqwehqnfihsn malu dikit dong asdopoqfnhfwqjdfn

Ingatan itu terus menyiksa pikiranku…

Disaat semua orang menikmati malam minggunya. Aku terpuruk sendiri di kamar. Berdiri mematung di depan cermin. Meremas setiap senti tubuhku, menyalahkannya kenapa terlalu kecil. Menangis, menyesal, memukulinya…

Aku memasang kembali pakaianku, berlari ke dapur. Melahap semua yang ada disana. Merampas semua yang ada di meja makan, menelannya dengan emosi. Mulutku mengembung, penuh sesak makanan. Rasanya asin, karena bercampur dengan airmata. Aku makan sebanyak-banyaknya. Aku menangis sekeras-kerasnya.

Sampai aku lelah…

Lalu muntah…

Apa aku sekurus itu?

Hingga tak pantas dicintai?

(di ujung dunia sebelah sana)

@ : pokoknya aku kasih kamu waktu per bulan. Setiap bulan, kamu harus turun 10 kilo. Kalo gak… kita gak usah ketemu. Kamu cuma boleh sms aku aja !!!

% : kok kamu gitu sih? salah aku apa?

@ : KAMU TERLALU GENDUT!!! Itu salah kamu.

Aku berlari sekencang-kencangnya meninggalkan dia. Aku gak tau aku mau lari kemana. Pokoknya aku cuma pengen lari…

Aku sayang sama dia….

Tapi salahnya, aku gendut…

Satu jam aku mengitari kawasan yang sama. Keringat sudah mengucur deras. Nafasku sudah sangat tidak teratur lagi. Kerongkonganku kering. Mataku sembab. Aku berlari sambil menangis. Aku masih penasaran, dengan begini apa beratku sudah turun?

Aku gamang, lalu jatuh…

Tersadar beberapa menit yang lalu dikamarku. Kutarik bajuku sebatas dada. Mengelus perut buncit yang kubenci ini. Kuraba pahaku, aku bahkan tak bisa menggenggamnya, lingkarnya terlalu besar.

Apa dengan langsing, aku mendapatkan cinta?

Namaku perempuan…

Aku bukan berasal dari kepala laki-laki

Karena tidak baik jika aku selalu ditinggikan

Aku juga bukan berasal dari kakinya

Karena aku tidak pantas untuk diinjak-injak

Aku berasal dari rusuknya

Dekat ke tangan untuk dilindungi, dekat ke hati untuk dicintai…

Namaku perempuan…

Dari rahimku laki-laki berasal

Namun banyak dari mereka merusak kesucianku, hanya karena aku makhluk yang lebih lemah dari mereka.

Padahal kekuatan mereka, berasal dari asi di payudaraku…

Namaku perempuan…

Yang terkadang bertindak bodoh hanya untuk lelaki

Menjadi pelanggan setia junk food agar terlihat lebih bahenol

Atau rela kelaparan agar lebih langsing

Atau bahkan melakukan serangkaian operasi dengan resiko tinggi…

Namaku perempuan

yang menangis semalaman karena diejek cungkring

yang menangis seharian karena diejek gendut

yang terisak-isak karena warna kulit lebih hitam

yang jadi minder karena berjerawat…

semua itu karena kami dianugerahi Tuhan hati selembut untaian sungai madu di surga firdaus…

aku perempuan

aku bisa menghancurkan sebuah negara, juga bisa memakmurkannya lagi…

aku perempuan

yang bahagia jika dicintai karena hati

bukan karena tubuhku…

tolong jangan cintai kelebihanku

cintai kekuranganku

cintai aku karena aku terlalu kurus, ceroboh, cerewet, sensitif, suka diem, plin plan, pelit, susah makan, nggak sabaran, egois, emosian, keras kepala, susah diatur…

maka aku akan mencintaimu lebih…

~ untuk nenekku, ibuku, aku, anak perempuanku, cucu perempuanku dan semua perempuan, jangan menangis. Karena kalian Cantik! ~