Sunday, March 23, 2008

MaNgkuk ReTak

Seorang anemia tidak boleh bangun terburu-buru. Jika dia langsung bangun dari tidurnya dan berdiri, maka pandangan akan hitam, dunia serasa berputar, dan kadang sampai terjatuh. Bisa saja dia akan tertidur lagi dalam arti yang berbeda…
Maka pagi ini, aku tersentak bangun, pandangan hitam, rasa ngilu yang menusuk di ubun-ubun, dunia terasa berputar, aku berjalan sempoyongan dengan pandangan gelap, sampai akhirnya kepalaku dengan sukses menabrak lemari.
Aku terduduk…
Diam…
Merasa sepi…
Early morning blue menghampiriku
Menurut buku yang sedang kubaca, early morning blue adalah rasa sedih, sepi, gelisah tanpa alasan yang jelas yang selalu datang di pagi hari tepat setelah kita bangun tidur…
Serenade tergambar jelas dikepalaku.
Seperti ini;
Bintang-bintang kecil berwarna perak turun dengan anggun
Melayang pelan menyusuri samudera luas bermil-mil jauhnya
Cahaya purnama bercermin pada ombak-ombak kecil yang menyentuh mata kakiku
Perlahan-lahan mendekati hembusan angina pada pasir pantai seribu dewi
Aku menikmati keindahan gemintang dan purnama yang sempurna
Melepas kepenatan mata…
Tapi mereka tidak akan pernah menjadi pembasuh dahaga jiwaku
Karena sejak sebelas hari yang lalu
Aku telah menjadi kupu-kupu thistle crescent yang gelisah
Sejak kukenal kosakata baru dalam hidupku : rindu.
Serenade menghilang….
Sekarang dunia nyata yang sedang menertawakan lakonku sebagai mangkuk retak…
Aku biarkan dia pergi…
Kubiarkan dia terbang…
Kenapa aku harus sibuk bertanya "kenapa?"
Dia pergi, dia terbang
Sekarang aku mengerti bagaimana caranya menjaga seseorang
Lebih dari sekedar menjadi sebuah magkuk yang retak
Sayang untuk dibuang, tapi juga tidak bisa dihilangkan bekasnya…
Tapi aku sudah terlanjur retak…

Thursday, March 20, 2008

PACARKU JIWO...

Pacarku jiwo…

Saat embun belum turun, Jiwo mengayuh sepeda ke pasar

Udara dingin dan langit gelap hanya ditelan pahit

Menggenggam erat-erat uang lima belas ribu

Modal jualan hari ini

Kakinya tak gentar mengayuh sejauh tujuh puluh kilo menuju ke desa seberang

Kata Jiwo, harga telur dan daging disana lebih murah

Maka seperti inilah dia sekarang, tanpa keluhan, tanpa lelah, tanpa takut

Melintasi hutan mawea yang lebat, gelap, sunyi dan angker…

Bapakku pernah cerita, dihutan mawea sana hidup beribu-ribu jenis siluman buaya

Cerita aneh yang benar-benar dipercaya oleh orang-orang desa seperti kami yang tidak tamat sd.

Itu yang membuat harga sembako di desa mawea lebih murah

Karena tidak ada orang yang mau jalan sampai ke pelosok sana untuk belanja

Biasanya penjual-penjual beras grosir dari kota cuma mentok sampai ke lumbung padi desa kami saja

Tidak ada yang pernah menyebrang, kecuali Jiwo…

Jiwo tidak tamat sd, bahkan tidak pernah sekolah, tapi dia tidak percaya dengan betapa megahnya cerita hutan mawea berkembang di masyarakat kami

Baginya, kelangsungan hidup kesebelas adik-adiknya lebih penting daripada cerita tak bersumber itu

140 kilo setiap pagi tidak berarti apa-apa baginya…

Pacarku Jiwo tidak pernah belanja banyak untuk persediaan martabak telor keesokan harinya

Dia bilang, belanja setiap hari, biar bahan-bahan tetap seger

kata rentenir yang ngasih dia modal, sebutannya Pres Prom Di Oppen!

Disaat matahari sedang diatas ubun-ubun kepala

Pacarku Jiwo mendorong gerobak kearah kota, sambil memukul-mukul sutil ke kuali besi, Jiwo berteriak-teriak “Martabak!! Martabak!!”

Berjalan beratus-ratus kilo, sendirian, sepi…

Tidak kenal panas, apalagi hujan

Jiwo terus berjalan, menjemput rejeki…

Sandal jepit yang sudah aus dan hampir putus kadang terasa panas.

Beberapa kali Jiwo singgah ke mesjid untuk solat dan melepas peluh sejenak

Tak ada raut sedih, kesal, dan lelah

Tak pernah ada keluh yang keluar dari bibirnya yang kering

Jika melihat anak-anak berseragam sekolah, dia tersenyum

Teringat akan kesebelas adik-adiknya…

Pacaku Jiwo, baru kembali ke rumah pukul satu dini hari

Badan direbahkan, walau tidur berhimpit-himpitan dalam rumah gubuk seluas 6x6 meter, namun bibir tetap menyungging senyum…

Senang, karena melihat adik-adiknya tertidur pulas

Satu-satunya kenikmatan yang bisa dirasakan orang miskin

Jiwo adalah permata dalam hidupku

Berlian dalam mimpiku

Zamrud dalam hatiku

Tubuh kekar dan hitam legam, ditempa oleh kerasnya hidup

Namun dia selalu saja bersyukur

Mengajarkanku untuk tidak pernah mengeluh

Dalam doanya, ada nama ibu bapaknya, adik-adiknya dan namaku…