Suatu malam ketika hujan turun di bumi Masamba
Seorang gadis bersenandung lagu sepi
Menangisi nasib seperti rintik-rintik hujan yang sedang bersedih
Angin dingin menerjang setiap tulang makhluk yang bernafas
Tapi Bapaknya tak kunjung menyambangi rumah
Hatinya meringis melihat ibu dan adik-adiknya
Takut menjadi doa…
Penantian ini sangat panjang
Batinnya menjerit memanggil pagi
Namun pagi masih diujung jalan, jauh sekali…
Terbayang keringat sang ayah Sangkala
Menembus jalan setapak diantara batu terjal, semak belukar,
Semua dilalui dengan sepeda motor kredit yang dibeli dengan menjual lembu
Sangkala memang hanya seorang pengojek Masamba-Rampih
Pelakonan dunia yang jarang dilirik orang penting
Tapi bagi keluarga mereka yang menanti dirumah, ini sangat penting…
Jika Bapak tak pulang, berarti tak makan
Dan tak bisa tidur nyenyak, sebab Bapak pasti terjebak dihutan karena hujan lebat, sepeda motor rusak, atau,
Masuk jurang
Pahlawan-pahlawan dengan lakon pengojek ini membawa penumpang yang ingin pergi ke Rampih
Karena hanya dengan naik ojek desa terpencil itu dapat dicapai
Beberapa bulan lagi, akan dibuka bandara kecil untuk pesawat-pesawat kecil di Rampih
Pengojek-pengojek ini mungkin akan tetap setia dengan pekerjaannya
Namun, penghasilan mereka akan terancam
Seperti dua sisi mata uang
Entah siapa yang salah, jika nanti akhirnya mereka tidak bisa pulang dengan menyuguhkan senyuman bagi keluarganya…
Apa mereka yang salah?