Wednesday, July 23, 2008

Masamba Rampih

Suatu malam ketika hujan turun di bumi Masamba

Seorang gadis bersenandung lagu sepi

Menangisi nasib seperti rintik-rintik hujan yang sedang bersedih

Angin dingin menerjang setiap tulang makhluk yang bernafas

Tapi Bapaknya tak kunjung menyambangi rumah

Hatinya meringis melihat ibu dan adik-adiknya

Ada gurat-gurat kecemasan menghantui mereka, walau tak sepatah katapun keluar

Takut menjadi doa…

Penantian ini sangat panjang

Batinnya menjerit memanggil pagi

Namun pagi masih diujung jalan, jauh sekali…

Terbayang keringat sang ayah Sangkala

Menembus jalan setapak diantara batu terjal, semak belukar, padang rumput, hutan belantara, hingga menyeberang sungai…

Semua dilalui dengan sepeda motor kredit yang dibeli dengan menjual lembu

Sangkala memang hanya seorang pengojek Masamba-Rampih

Pelakonan dunia yang jarang dilirik orang penting

Tapi bagi keluarga mereka yang menanti dirumah, ini sangat penting…

Jika Bapak tak pulang, berarti tak makan

Dan tak bisa tidur nyenyak, sebab Bapak pasti terjebak dihutan karena hujan lebat, sepeda motor rusak, atau,

Masuk jurang

Biasanya Ia pulang setelah 2 hari perjalanan

Pahlawan-pahlawan dengan lakon pengojek ini membawa penumpang yang ingin pergi ke Rampih

Karena hanya dengan naik ojek desa terpencil itu dapat dicapai

Beberapa bulan lagi, akan dibuka bandara kecil untuk pesawat-pesawat kecil di Rampih

Pengojek-pengojek ini mungkin akan tetap setia dengan pekerjaannya

Namun, penghasilan mereka akan terancam

Seperti dua sisi mata uang

Entah siapa yang salah, jika nanti akhirnya mereka tidak bisa pulang dengan menyuguhkan senyuman bagi keluarganya…

Apa mereka yang salah?