Sunday, August 28, 2011

Renungan


Hari ini, malam 26 Ramadhan. Hanya tinggal beberapa hari menuju akhir. Bagiku setiap ramadhan selalu menjadi titik renungan. Merenung untuk memulai syawal yang indah. Merenung bukan berarti berhenti bergerak, duduk diam, berfikir, lalu tidur. Merenung berarti menegur diri sendiri atas apa yang telah dilakukan, diputuskan, dan yang telah gagal dilakukan.

Ramadhan kali ini bagai sebuah momentum titik tertinggi untuk sepanjang tahun yang telah kulalui. Tahun ini, aku ada dipuncak terendah, tertinggi lalu meninggalkannya dengan penuh keyakinan.

Dengan penuh yakin aku masuk ke satu institusi, yang sangat menempa mentalku. Aku sempat terpuruk karenanya. Pisah dengan orangtua, ditempat baru dan asing. Sebuah keterpurukan akibat pilihan yang terburu-buru.

Tapi dengan itu, aku banyak belajar tentang takdir Tuhan, tentang rasa cinta dan kehangatan keluarga, tentang kemandirian, sifat dan perilaku budaya lain dan juga, ikhtiar…

Saat itu ayahku pernah bilang “kita kadang sering tidak yakin dengan diri sendiri bahwa kita bisa. Padahal sebenarnya ya kita memang bisa, kalau ikhtiar.”

Karena aku mau, maka aku yakin. Karena aku yakin, maka aku berusaha. Dan usaha itu membawa hasil. That management seeing on me. Because they’re seeing, they’re believing. And put me on extra comfort zone and job I ever had.

Tapi tahukah sebenarnya? Manusia didunia tidak membutuhkan tempat yang nyaman dalam hal apapun. Dalam pekerjaan, karir atau cinta. Karena tidak selamanya nyaman itu berarti baik. Manusia hanya butuh tempat yang ‘tepat’ baginya. Tempat yang nyaman belum tentu tepat bagi kita, tapi tempat yang tepat sudah pasti nyaman. That’s why human resources management focus is ‘the right people on the right place’

So here I am, the right people on the wrong place.

Keluar dari comfort zone ini bukan perkara mudah. Aku sudah terlanjur berada dalam lingkaran penting sebuah institusi. Atasanku bukan sekelas kepala kantor lagi. Dia pemegang kendali utama. Tapi ‘keluar’ adalah hak setiap orang yang bekerja, itu landasan keyakinanku. Apapun alasannya dan bagaimanapun caranya.

Langkah besar ini kufikirkan berbulan-bulan. Kata mama yang penting yakin. “fikirkan baik-baik. Tanya hati. Jika ragu, berarti tidak. Jika yakin, berarti iya. Katakan Aku Yakin!!!. Dan Allah ada bersama kata yakin itu.”

Dan keputusan besar itupun kuambil setelah pertanyaan mama yang menyadarkanku : kenapa kamu punya agama? Apa karena kami (orangtua) punya agama? | Karena aku percaya ada Tuhan | Kenapa kamu percaya? Pernah lihat? | Enggak, karena aku yakin Dia ada dan bekerja.|

Singkat, tapi cukup menjelaskan pada diriku sendiri untuk berlaku; yakinlah lalu lakukan.

Lahir dari sebuah keyakinan sekarang aku disini, ditempat yang aku yakini teduh. Secara mental dan lahiriah. Inilah tempat yang tepat buatku. Aku menyebutnya kembali ke ‘rumah’. Karena sebenarnya aku pernah berada disini dua tahun lalu, saat baru saja lulus kuliah.

Saat baru pertama kali menginjakkan kaki ‘lagi’ aku berbisik dalam hati “welcome home sarah…” sambil tersenyum.

Inilah yang sangat penting dalam hidup. Tentang perasaanmu sendiri dan bagaimana engkau memandang dirimu itu. Bukan bagaimana orang lain memandangmu. Tentang mengikuti kata hati untuk sebuah keputusan, dan lupakan apa kata orang akibat keputusan itu. Kita tidak bisa menjadi besar atau kecil berkat perkataan orang lain.

Masa transisi adalah masa dimana aku tutup telinga, mata dan hati untuk tidak menggubris apapun yang dikatakan orang terhadapku. Kenapa aku keluar dan atas alasan apa. Totally that’s their own business, not mine at all.

Setiap perubahan tidak pernah mudah, pasti ada rintangan yang dapat mengganggu fokus. Maka jangan pernah menoleh. It’s so blessed when we know what we really want in life, and so great when we can achieve it. Jadi aku tidak ingin mempertaruhkan apa yang telah kucapai hanya untuk mendengar perkataan orang.

‘Rumahku’ sekarang tempat dimana aku menempa kebahagiaan. Bagaimanapun tidak ada manusia yang mampu bahagia dengan mudah. Semua butuh perjuangan. Disini aku berkali-kali jatuh, menangis, dan hampir menyerah. Sebagian besar terjadi di ramadhan kali ini. Sungguh cobaan yang indah. Tapi berkali-kali juga aku kembali tersenyum, bangkit, dan berdiri tegak. Semua karena aku telah yakin, dan bertanggung jawab atas keyakinan itu. Maka aku menjadi lebih ikhlas saat jatuh dan dengan mudah bangkit lagi. Aku bahagia.

Happiness is when what you think, what you say, and what you do are in harmony -Mahatma Gandhi-

Aku merasakan keselarasan itu…

Ramadhan ini membuatku berfikir ulang tentang apa yang telah kualami, semua keputusan, pembelajaran, dan keyakinan untuk berubah dalam hidup yang telah kulakukan. Karena dibulan spesial ini kita diberi kesempatan untuk berubah menjadi hamba yang lebih baik.

It is not the strongest of the species that survives. Nor the most intelligent. But the one most responsive to change -Charles Darwin-


Semoga ramadhan ini, menjadi momen pembelajaran untuk perubahan sepanjang tahun terakhir yang telah kita lakukan masing-masing. Menjadi pribadi yang lebih baik bagi diri sendiri, keluarga, sahabat, dan di mata Allah. Dan syawal nanti kita dapat terlahir suci kembali. Fitrah lahir dan batin.

3 comments:

  1. kadang insting dan naluri juga dibutuhkan untuk mengetahui sesuatu itu tepat dan layak kita perjuangkan dalam hidup.
    well done sarah ur story its so imaginative....:)

    ReplyDelete