Saturday, April 11, 2009

Sekaleng Fikiran Untukmu

Aku adalah seorang pemikir yang sering sekali kelaparan, rasanya rasa itu selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Aku seorang pemikir yang “bokek” yang selalu memutar otak dengan keras kalau mau kenyang. Salahnya, aku tidak bisa makan dengan menjual pikiranku. Aku seorang pemikir yang fikiranku tak tersalurkan karena pendidikanku hanya sampai sekolah rakyat di salah satu pelosok terdalam di Indonesia. Aku seorang pemikir yang kemarin jatuh di aspal gara-gara jalan sambil berfikir. Aku seorang pemikir yang selalu berfikir kapan bintang-bintang memikirkanku. Aku seorang pemikir yang selalu terfikir akan orang-orang besar diatas sana. Fikiranku “apakah mereka berfikir berapa juta –bahkan milyaran– orang kelaparan sepertiku”. Dan aku adalah pemikir yang selalu terfikir kapan aku bisa berhenti berfikir?

Pergolakan

Aku tersadar saat hening menyambut alam berwarna pualam dengan segurat kegelisahan menyerbak dimana-mana. Aku rindu nyawaku, yang sekarang ditumbuhi duka. Suaraku hilang dalam udara. Dalam laut yang beralun-alun, kudengarkan gelombang memecah di karang. Aku bertanya dan terus bertanya.
Mengapa lagi, setiap pagi
Aku bangun dengan pengharapan, sedang di hati hilang ketetapan
Mengapa lagi, setiap pagi
Aku berharap datangnya suka, sedang di hati mendendam duka
Mengapa lagi, setiap pagi
Kupalingkan muka yang riang manis, sedang di hati mengalir tangis
Mengapa lagi, setiap pagi
Kusempat gelak, kudapat bernyanyi, sedang di hati lengang dan sunyi...

Lalu siang menerjang dengan keributan khasnya
Saat aku berjalan dengan pergolakan jiwa
Matahari mengikutiku dibelakang
Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang kedepan
Aku dan matahari tidak bertengkar
Tentang siapa diantara kami yang menciptakan bayang-bayang
Aku dan bayang-bayang tidak bertengkar
Tentang siapa diantara kami yang harus berjalan di depan
Jadi, kenapa kau dan aku selalu bertengkar, sedang hati selalu ingin berjalan beriringan?

Ayah ibu, aku mencintaimu seperti aku mencintai surga...

Ia, tak pernah berhenti karena lelah
Tak pernah menyeka cucuran keringat
Tak pernah kalah oleh terik mentari
Tak pernah menggigil di tengah hujan
Dari matanya, aku pelajari pengorbanan
Dari wajahnya, aku pelajari perjuangan
Ia adalah ayahku...
Tempat aku menghadiahkan keberhasilanku

Ia, tak pernah berhenti untuk mengabdi
Cucuran airmatanya adalah limpahan kasih sayang
Aku selalu ada dalam doanya
Dari bibirnya, aku pelajari kejujuran
Dari gurat wajahnya, aku pelajari kesabaran
Dari senyumnya, aku pelajari semangat hidup
Demi hatinya, aku berusaha mengerti
Ia adalah ibuku...
Tempat aku menghadiahkan keberhasilanku

Ayah, ibu... aku mencintai kalian
Seluas langit
Sebesar bumi
Semegah surga

Old Poems

Aku masih belum bisa memejamkan mata, kali ini bukan gara-gara kopi...
Lebih karena aku teringat akan AKU...
Dulu, waktu masih pake seragam putih biru dongker, masih pake rok lipit dua
Intensitas menulisku lebih banyak
Jatuh cinta, nulis banyak...
Sakit hati, lebih banyak lagi...
Badmood, nulis juga
Lagi senang, apalagi
Ketakutan, bukannya tidur, malah nulis
Gurunya lagi gak enak, nulis di buku catatan
Lagi gak bisa ngerjain soal, nulis di buku latihan
Sampe mama bilang, buku sekolah kamu, kok kebanyakan tulisan-tulisan kamu daripada pelajarannya?

Tapi sekarang...
Semua waktu tersita oleh hal-hal yang harus kita kejar karena umur kita semakin hari semakin bertambah banyak....
Umur kan cuma angka, 18, 20, 25, 40, 65...
Trus kenapa harus pusing dengan angka?

Jadi, aku melirik bundelan kuning berpita dibawah lemari buku dikamarku
Tempat semua kertas-kertas tulisanku digulung jadi satu
Aku lupa, tulisan pertamaku yang mana...
Ada yang udah rusak, kertasnya hampir koyak
Tulisannya nggak terbaca...
Iya, karena dari dulu sampe sekarang udah zaman notebook
Aku lebih suka nulis di kertas dan pake pensil
Enak aja rasanya klo nulis pake pensil
Bukan karena chairil anwar juga selalu nulis pake pensil, bener...
Selain itu, waktu masih SD, aku juga nulis pake mesin tik, tapi capek...

Dulunya juga kertas-kertas itu aku tempelin ke seisi dinding kamarku
Setiap tulisannya udah selesai, tempel...
Jadi kan bisa terbaca setiap hari, sampe hampir separuh dinding kamarku tempelan kertas semua...
Tapi, dulu mama pernah bilang, “klo kamu emang pengen serius jadi penulis. Mulai sekarang, tabung lah nak uang kamu supaya bisa beli rumah sendiri secepatnya... karena mama nggak bisa bayangin klo dinding kamar kamu udah nggak cukup lagi...” dengan air muka prihatin.
Mana sanggup?
Jadi deh, aku copotin kertas-kertas itu dan disimpan baik-baik...

Sampe aku menemukan tulisan-tulisan lamaku ini...


Yang Kusebut Langit
Dia itu...
Aku menyebutnya ‘langit’
Karena hatinya seluas langit, seputih awan
Nafasnya, udara...
Sosoknya itu, tak mampu dimaknai lewat goresan di atas kertas
Helaan nafasnya hirupanku
Gelantungan bintang pernah memanggilnya sukma
Tapi aku memanggilnya, jiwa...
Dia bilang, tak ada lagi pelangi ungu di setiap kelopak mata
Bila rasa itu sirna dijelangnya fajar
Setiap senti langkahnya adalah permintaanku pada Tuhan
Selalu mengiringinya...
Walau cinta sangat klise
Namun aku mencintainya,
Dari ujung folikel rambut sampai ke ujung kutikula kakinya
Jangan tanya kenapa
Karena jatuh cinta itu simpel.
Dia itu...
Aku hanya mampu menyebutnya ‘langit’
Seseorang yang kuingin Tuhan memastikannya hanya untukku...

Kepulan Tangis...

Disaat sosok tak dapat lagi meraih petang
Tak dapat lagi meringkih berselimut dibawah pekat malam
Di mati! Kaku dari segalanya.
Tak mampu lagi kuraih jiwanya, untuk disuguhkan pada dunia yang sebenarnya
Bagaimana dia akan terbata?
Jika dibibirnya telah direksmi oleh putih
Dimana disaat udara bertuba dia kan bicara

Di – ini malam tak berbintang
Ia menjalin kesedihan dalam keluh kesakitan
Sekali tak pernah ia terpikir, peristiwa akan mencekik di benua duka
Yang ada, akan sudah dipertiada.

Tuhan, jangan jauhkan dulu mimpinya dari rongga malam
Atau dari kalung bintang dan bulan berombak awan ungu
Karena sedang kubuat lagi jelaga diri semesta untuknya
Sekarang rohnya terbang ditimang angin
Sebab jarum kematian telah menusuk detak hatinya
Dan lampion-lampion mengiringi kepergiannya
Kutatap dia untuk terakhir kalinya
Itu tubuh, menggapai dalam pembakaran mentari menyiksa

Aku merenung...
Terkadang ada baiknya kita berduka
Agar terasa betapa gembiranya saat kita bersuka
Terkadang ada baiknya kita menangis
Agar terasa betapa manisnya saat kita tertawa...

Aku dan Duniaku yang Kecil

Aku selalu berkutat dengan duniaku yang kecil
Yang mungkin susah dimengerti oleh orang lain...

I’m just an ordinary woman...
Yang nggak suka dibohongin
Yang kaum pria selalu bilang “wanita tuh susah dimengerti yah?”
Aku ya aku...

Aku nggak suka sama kucing
Aku paling nggak suka makan duren
Tiba-tiba aku bisa badmood
Aku nggak suka ngomong ditelpon sama orang yang baru bangun tidur
Aku suka lupa makan
Aku orangnya detail...
Aku suka surprise...

Aku takut sama petir dan kilat
Aku suka duduk melamun diteras sendiri abis bangun pagi
Aku benci asap rokok
Aku suka nulis sambil ngeliatin bintang di pinggir laut rumah nenekku
Kadang-kadang aku juga suka ngumpet-ngumpet ngeliatin bintang di bemper belakang mobil ayahku di halaman
Aku nggak bisa tidur kalo nggak ada selimut
Aku benci sama aroma semprot nyamuk
Zaman SMP, aku pernah sangat tergila-gila sama nicky westlife

Aku paling anti pake baju terusan gantung ditambah dengan jeans...
Aku nggak pernah mau tampil cantik buat orang, tapi aku nggak nyaman
Makanya aku paling males kalo disuruh pake high heels
Aku benci terlalu lama disalon
Aku paling nggak tahan kena AC
Aku selalu pake kaos kaki untuk tidur
Jujur, hobiku selain nulis adalah menabung, aku suka liat uang terkumpul banyak

Aku nggak bisa makan nggak pake sayur
Obat penenangku klo lagi stres, freshtea futcy lemon...
Ayahku pernah mukulin dokter sampe babak belur karena aku tiba-tiba koma karena demam tinggi
Aku suka nyium bau tanah dan aspal abis hujan
Aku sering gemetaran klo lagi nulis karena kecepatan kata-kata yang keluar dari fikiranku, nggak seimbang sama kecepatan tanganku...
Aku beneran selalu sesak nafas klo tiba-tiba pengen nulis, tapi aku udah ngantuk.

Aku lebih suka makan dikamar
Aku suka jalan sembarangan, dan selalu nabrak ujung kursi, ujung meja, pintu...
Aku punya boneka kura-kura kembar, namanya si tula
Aku orang yang nggak tegaan
Aku paling nggak suka kalo disuruh nyiram bunga
Kalo ngambek, aku suka duduk nangis sambil ngumpet dibalik tirai jendela kamarku...
Aku masih suka pura-pura ketiduran didepan TV supaya digendong ayah ke kamarku...
Dua perempuan yang paling kucinta di dunia, nenek dan ibuku...
Aku suka warna biru
Aku sering egois
Suka diam kalo lagi marah
Selalu plin-plan dan menutupinya dengan bilang “i do with my own way”
Koleksi anting, tapi nggak suka pake anting...
Dan bagian tubuh yang paling aku nggak suka adalah kelopak mataku...
Semua itu satu paket duniaku, jika kau tidak bisa mengerti?
Pintu keluar dihatiku selalu terbuka, silahkan......

Friday, April 3, 2009

tertegun akan dua hal...

berhari-hari itu, banyak hal yang membuatku tertegun
hanya untuk berhenti memikirkan segalanya dan terdiam
tapi tidak seistimewa yang ini...
membuatku terbangun setelah terlelap
dan membuat liburan ini menjadi sangat membingungkan...

kami duduk berdua menikmati malam
cappucino ice creamku menetes jatuh ke tanganku
tanpa kuminta
dia langsung menghapusnya dengan lembut...
jika dia orang lain
mungkin tissue-nya gak akan terasa selembut ini
sentuhan itu bukan berasal dari tangannya
dia menyentuh tanganku dengan hati
lembut sekali
walau rautnya seperti memikirkan sesuatu yang sangat berat...

lalu dia menyatakan cinta
ahh, jika cinta dan kepercayaan tidak serumit ini
kelembutan itu akan dapat terus kurasakan...

aku berontak hari ini
sebelum aku pergi, kenapa harus ada kembang api?
membuatku semakin gontai untuk pergi
membuatku menangis tak berdaya memikirkan tentang ini

sentuhan lembut dan kembang api...
hal-hal yang mungkin konyol
tapi indah...

cinta yang benar itu, cinta yang membuat kita jatuh cinta berulang-ulang
selalu dengan orang yang sama...
aku mengalaminya berulang-ulang selama beberapa hari ini
apa berarti cintaku benar?

perasaan kita terlalu rumit untuk diterjemahkan
itu salah satu alasan kenapa kita tidak bersama saja
aku tidak mungkin bisa mematahkan asa
untuk bisa menghabiskan sisa hidupku denganmu
karena mungkin, aku tidak akan lagi menemukan sosok setulus itu...

tapi aku semampu apa?
aku lebih memilih untuk menyerahkan semuanya pada waktu
untuk memberikan jawaban

suatu hari nanti,apa kita akan bisa duduk berdua menikmati kembang api lagi?