Aku bersimpuh…
Bukan karena surga sudah terjanji
Tapi karena Engkau…
Hening dalam ributku
Pelipur dalam laraku
Maha Pencipta dan Maha Penghancur.
Yang menjadikan bumi sebagai hamparan
Gunung-gunung sebagai pasak
Menjadikan manusia berpasang-pasangan
Malam bagai selimut, dan siang untuk penghidupan
Yang membangun tujuh langit yang kukuh
Dan pelita amat terang, matahari…
Ya Allah… dalam gundah, Kau ada antara nafas dan istighfar-ku
Saat syukur, Kau ada antara senyum dan sujudku
Hanya Engkau, yang kuyakin tanpa kulihat.
Semesta kelabu, menyapu cahaya…
Langit pun jadi sendu
Dan lalu aku menangkupkan tangan menundukkan kepala
Yang terbatas mengadu pada yang Maha Tiada Batas
Bahwa aku raga, yang empunya Engkau
Kaulah yang menentukan konsep hidup
Bahwa aku jiwa yang tiada daya. Engkaulah yang Maha Daya.
Kepala yang tunduk, menundukkan egoku.
Memahatkan sabarku…
Tiada bantah akulah yang lemah
Aku terus belajar, agar pantas disebut yang Engkau janjikan
Memuliakan hamba-hamba yang sabar.
Ya Mujibas saa-iliin…
Pintaku terlalu banyak tak terbendung
Ingin menginjak surgaMu
Ingin mulia di mataMu
Ingin jodoh terbaikMu
Ingin rezekiMu
Ingin rahmanMu.. ingin rahimMu
Allah…
Apa aku pantas..??
Dalam tunduk…dalam hening…
Aku ingin menyusuri jalan lurus menujuMu ya Allah…
Nanti, kembali dalam pangkuanMu
Jika pasti aku mati, biarlah itu hanya ma’rifat kepadaMu…
Apabila langit terbelah dan patuh kepada Tuhan-nya. Dan sudah semestinya langit itu patuh. Dan apabila bumi diratakan. Dan dimuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong. Dan patuh kepada Tuhan-nya, dan sudah semestinya bumi itu patuh. Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju TuhanMu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.
(Al-insyiqaq :1-6)