Friday, February 20, 2009

antara hati dan kepitan bibir...

Kami duduk berdua. Dua orang teregois di dunia akhirnya ketemu juga… masing-masing sibuk mempromosikan siapa yang benar dan salah, siapa yang paling tersakiti dan siapa yang palig lega…
Semua orang tau, dua-duanya salah, dan dua-duanya tersakiti…

Aku seperti menghadapi orang lain, karena yang duduk di depanku itu bukan seperti orang yang sangat kusayangi lagi...
Sorot matanya pasrah, menyerahkan segalanya pada nasib dan waktu. Antara menyesal dan udah kepalang tanggung terjadi…

Dua-duanya masih ingin duduk lama disitu, bicara tentang cinta…
Kau bilang cinta kita bodoh, dan mungkin emang udah buntu. Emangnya cinta ada berapa jenis?
Ada cinta yang pintar?
Semua orang dibuat buta dan bodoh karena cinta...

Beberapa minggu yang lalu aku sempat berpikir, kita kenapa?
Dua manusia yang sudah bercinta bertahun-tahun dan merasakan setiap jengkal kulit masing-masing, mendadak enggan untuk bersentuhan.
Dan semuanya mendadak jadi aneh, pada saat kita hendak berpaling dan menutup pintu, mendadak ruang yang kita tinggalkan memunculkan keindahan yang selama ini entah bersembunyi dimana. Aku baru ngerasa kehilangan sesuatu yang berharga saat aku tidak memilikinya lagi...
Sungguh kebodohan yang tidak adil.

Sejujurnya aku tidak ingin teriak aku hilang keseimbangan, aku nggak nyaman, aku kesepian. Walau semua emang itu. Namun aku tidak seegois itu. Aku tidak ingin bersamamu karena enggan sendiri, kau tidak layak untuk diperakukan seperti itu. Aku ingin bersamamu karena engkau sangat berharga. Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya tercermin, bukan karena ketakutannya akan sepi...

Selalu ada pertanyaan apa yang aku rasakan sekarang?
Iya, cinta memang soal rasa. Saat pertama kali aku melihatmu dan kita saling jatuh cinta, rasa itu mengalir begitu saja. Seperti air terjun yang deras mencari sisi paling rendah. Jangan tanyakan kenapa. Karena rasa cinta nggak punya jawaban. Semuanya mengalir normal dan sempurna. Tawa kita, masalah kita, tangis kita, ego kita, seperti karang terjal atau bebatuan sungai yang dengan gampang dialiri saja oleh air derasnya...
Cinta membuat semua itu mungkin...

Lalu apa yang kurasakan sekarang? Apa rasa itu sudah hilang?
Tidak...
Rasa itu cuma berhenti...
Mungkin karangnya terlalu tinggi, tidak bisa dilewati air...
Udah berhenti, itu aja...
Nggak perlu penjelasan panjang lebar...
Kau bertanya apa aku akan membencimu dan melupakanmu?

Apa yang bisa dilupakan oleh manusia? Aku tidak bisa membuang otakku begitu saja. Aku akan menyimpan dengan baik di sudut hati tersendiri tentang kamu, tentang kita, 3 tahun itu... semuanya indah, kenapa harus dibenci?

Tatapanmu telah menyuguhkan padaku hal yang sangat ragu-ragu malam itu. Ada hal yang ingin kau sampaikan, tapi sulit keluar. Maka semua menjadi dingin. Hati kita dingin, rasa kita, tingkah kita... ada jarak yang terbentang begitu jauh, padahal kita duduk satu meja...
Dan akhirnya malam yang dingin itu kau tutup dengan satu kecupan, kulit kita bersentuhan lagi, memancarkan sedikit panas yang mencairkan dinding-dinding hati yang dingin itu...
Andai aku mampu memelukmu erat dengan sekuat tenaga, merasakan panas tubuh masing-masing, dan merasakan keegoisan kita luntur karena panasnya...
Mungkin perasaan kita jadi jauh lebih baik
Karena saat kita saling mendekap, adalah saat yang paling tepat untuk berbicara sebenarnya. Sebab hatiku lebih dekat dengan hatimu, maka biarkan mereka bicara dengan bahasa hati.
Selama ini, kepala kita selalu ribut dengan pikiran, emosi, dan hasrat, sangat ribut sampai kita tidak pernah bisa mendengar suara hati, padahal dia sebenarnya selalu berteriak-teriak ingin didengarkan...

1 comment: